Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang
Kendala yang dihadapi masyarakat dalamm engembangkan koperasi di Negara berkembang adalah sebagai berikut :
- a) Sering koperasi hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelasbawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
- b) Disamping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan serta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negaradunia ketiga (sedangberkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
- c) Kriteria ( tolokukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan sebagai indicator mengenai efisiensi koperasi.
Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisiyaitu :
- Koqnisi
- Apeksi
- Psikomotor
Konsepsi mengenai kebijakan pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :
- Tahap pertama : Offisialisasi
pemerintah secara sadar mengambil peran
besar untuk mendorong dan mengembangkan prakarsa dalam proses
pembentukan koperasi. Lalu membimbing pertumbuhannya serta menyediakan
berbagai fasilitas yang diperlukan. Sasarannya adalah agar koperasi
dapat hadir dan memberikan manfaat dalam pembinaan perekonomian rakyat,
yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan kembali kepercayaan
rakyat sehingga mendorong motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam
kegiatan koperasi tersebut.
- Tahap kedua : De Offisialisasi
Ditandai dengan semakin berkurangnya
peran pemerintah. Diharapkan pada saat bersamaan partisipasi rakyat
dalam koperasi telah mampu menumbuhkan kekuatan intern organisasi
koperasi dan mereka secara bersama telah mulai mampu mengambil keputusan
secara lebih mandiri.
- Tahap ketiga : Otonomi
Tahap ini terlaksana apabila peran
pemerintah sudah bersifat proporsional. Artinya, koperasi sudah mampu
mencapai tahap kedudukan otonomi, berswadaya atau mandiri.
Kelemahan-kelemahandalampenerapankebijakandan program yang mensponsori pengembangan koperasi, yaitu :
- Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
- Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
- Karena alas an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para aggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
- Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnyakredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnyapenyuluhan).
- Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu.
- Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administrative dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Pembangunan Koperasi di Indonesia
Sejarah kelahiran dan berkembangnya
koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat
diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan
ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana
persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi
tawar dan kedudukan penting da lam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk
dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur
koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa
perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi
mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan
tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh
pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah
kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi
dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan
arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang
diperlukan.
Pembangunan koperasi dapat diartikan
sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian
Indonesia guna mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan
koperasi di Indonesia adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya
anggota koperasi agar mampu mengurus dirinya sendiri (self help).
- Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi bukan kumpulan modal, dengan
demikian tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan
anggota dan masyarakat di sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia
dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu :
- Masalah internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
- Masalah eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
- Kunci Pembangunan Koperasi
Menurut Ace Partadiredja dosen
Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat
pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemerataan tingkat
pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada tahun 1986, sehingga
dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun setelahnya.
Berbeda dengan Ace Partadiredja,
Baharuddin berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan
koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup
koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus, pengawas,
dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih perlu diperbaiki lagi.
Prof. Wagiono Ismangil berpendapat
bahwa faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di
bidang ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial
(gotong royong) memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang usaha
dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang ekonomi merupakan
faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.
Ketiga masalah di atas merupakan inti
dari masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya
koperasi di Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas koperasi,
diperlukan keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan
dukungan kepercayaan dari anggota. Mengingat tantangan yang harus
dihadapi koperasi pada waktu yang akan datang semakin besar, maka
koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen yang profesional
serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini,
koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan
yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap,
dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang terkait.
Dekan Fakultas Administrasi Bisnis
universitas Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan
koperasi maka manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen
modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Semua anggota diperlakukan secara adil,
- Didukung administrasi yang canggih,
- Koperasi yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat,
- Pembuatan kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak,
- Petugas pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli,
- Kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi,
- Manajer selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis,
- Memprioritaskan keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya,
- Perhatian manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas,
- Keputusan usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang,
- Selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan,
- Pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.
3EA38
12214803
https://triajengwahyuningsih.wordpress.com/2015/11/22/bab-13-14-pembangunan-koperasi/